Senin, 06 April 2009

Hospitalilty, Keramah-tamahan dalam Pekerjaan




Hospitality atau keramah-tamahan, lebih sering digunkan dalam konteks dunia kerja, misalnya dihungkan dengan resepsionist, atau menjamu tamu, undangan, atau orang asing, dengan suatu kebebasan, dan keinginan yang baik. Hospitalilty seringnya dihubungkan juga dengan pekerjaan-pekerjaan di hotel, restoran, katering, resort, club, dan pelayanan lainnya yang berhubungan dengan turis.


Hospitality juga diketahui sebagai tindakan murah hati dengan memberikan perhatian dan kebaikan kepada siapapun juga yang memerlukan.


Saya mencoba mencari makna dari hospitality ini, karena sangat bersangkut paut dengan jabatan saya di office, dan saya mendapatkannya, dan ternyata uraian penjelasannya cukup panjang dan agak "ribet" menurut saya, sehingga membatalkan niat saya untuk menempatkannya di sini.


Yang pasti, contoh kasus hospitality bisa dilihat dan kita kenali sejak sangat lama, dari jaman duliu sekali. Dari sumber-sumber yang bisa dipercaya, saya mendapatkan bahwa di perjanjian lama disebutkan tentang hospitality ini dikitab Kejadian.


Nah, sebenarnya kenapa sih saya mau sibuk dan repot untuk tulis tentang hal ini? sebenarnya dan tidak lain adalah karena sakit hati saya [he he he] tentang perilaku dan hidup sebenarnya.


Banyak dari orang-orang yang bekerja khususnya menyangkut dengan hospitality ini sangat baik dalam pekerjaannya dan ketika ia harus menyambut atau bekerja melayani orang lain yang berhubungan dengan pekerjaannya. Repotnya, dan seringkali terjadi bahwa mereka hanya melakukan hal ini dalam pekerjaan saja, ketika terbebas dari belenggu kerjaan mereka, sikap, sufat "aseli" dari orang tersebut muncul kembali, hospitality yang ada hilang, tergantikan dengan wujud "aselinya". Ini berbahaya....


Ada lagi, yang cukup baik... artinya cukup berbahaya juga walaupun tidak telalu.... yaitu mereka yang bekerja seperti yang tadi saya sebutkan di atas, merasa bahwa mereka melakukan dengan baik apa yang sudah menjadi kebiasaan mereka, dan mereka anggap itu adalah tindakan hospitality yang baik, tapi sebenarnya mereka tidak tahu, dan mungkin salah pengertian.... Hal seperti ini seperti yang tadi saya ungkapkan, tidak terlalu berbahaya.... Misalnya, beberapa waktu lalu, saya pergi ke Restoran Tomodachi, Jl. Suka**** di Ban**** tidak untuk makan, tapi sekerdar membelikan cake untuk anak dan istri saya tersayang. Setelah mereka memilih-milih, akhirnya saya membayar cake tersebut ke kasir. Sepintas tidak ada masalah, tapi kemudian yang membuat saya tidak nyaman adalah ketika kasir mulai menghitung, kasir mulai melakukan tindakan yang tidak disadari [menurut saya kurang baik] dengan mengankat telepon untuk menelepon bagian lainnya, tanpa bicara apapun pada saya. Kemudian proses berlangsung, ketika saya memebrikan uang, masih berusaha telepon, ketika kasir mengembalikan uang masih terus telepon, say pergi, kasirpun masih telepon.....


Saya agak bingung, katanya kafe "high class" tapi kok kasirnya sendiri sepertinya tidak mengerti atau terdidik dengan cara yang baik dalam melayani. Kalau kita lihat masih banyak lagi contoh-contoh lainnya yang terjadi di dunia kerja dan dunia sesungguhnya....


Kadang-kadang hati jadi miris... ingin protes, komplain..... tapi saya sepertinya jadi tukang protes terus....


But anyway..... hospitality memang seharusnya menjadi bagian kita yang mendarah daging, dalam pekerjaan, keseharian, apalagi dalam berkeluarga.... ini sangat penting, supaya kesan dan sikap kemunafikan memang benar-benar bisa kita hindari jauh-jauh....




1 komentar:

Anonim mengatakan...

test aja soalnya tadi gak bisa